Modul 1 : Sejarah Terbentuknya Desa


Kegiatan Belajar 1 : Terbentuknya Desa 

Awal Terbentuknya Desa 

Para mahasiswa, berbicara mengenai terjadinya desa secara pasti agak sukar diketahui. Selama ini hanya diketahui bahwa desa itu telah ada sejak dulu kala, bahkan para tetua desa yang ada sekarang kalau ditanya tentang kapan terbentuknya desa maka jawabannya akan sama, yaitu sejak zaman nenek moyang kita desa telah ada; kapan tepatnya mereka tidak dapat memberi jawaban secara pasti. Bayu Suryaningrat berpendapat bahwa untuk mempelajari asal mula desa, mengapa, dan bagaimana perlu dipelajari unsur fisik desa. Ada dua unsur fisik yang dapat dipelajari, yaitu unsur penduduk dan unsur sekelilingnya. Hubungan antara kedua unsur tersebut sangat erat, bahkan sedemikian rupa sehingga jika seorang meninggalkan desa seakan-akan merasa kehilangan pedoman hidupnya. Hubungan ini mengakibatkan orang desa tidak mau pergi meninggalkan desanya. Sebagai contoh dapat kita lihat sekarang banyak orang desa yang tidak betah tinggal di luar desanya. Sekalipun telah hidup lama di daerah transmigrasi. Pada kenyataannya sangat sulit mencari orang-orang desa yang bersedia ditransmigrasikan ke luar Jawa sekalipun di desanya tidak memiliki pekerjaan tetap. 

Menurut ilmu jiwa, manusia mempunyai dorongan kodrat di antaranya dorongan sosial, dorongan segregasi (memisahkan), dan dorongan integrasi. Dorongan sosial mendorong orang untuk hidup bersama dengan manusia lain dalam satu golongan. Dorongan segregasi mendorong manusia untuk membentuk golongan berdasarkan sifat atau keperluan yang sama dan bersama. Golongan tersebut dapat didasarkan pada kesamaan pelajaran, tempat tinggal, dan sebagainya. Dorongan integrasi adalah dorongan perorangan atau golongan untuk tunduk, taat, dan berlindung kepada seseorang atau golongan. Ketiga dorongan tersebut mengakibatkan terbentuknya lembaga sosial permulaan, primitif/sederhana. Terbentuknya lembaga sosial disertai dengan adanya seorang atau beberapa orang yang memimpin, yang lambat laun berkembang menjadi lembaga pemerintahan. Alam sekeliling juga memengaruhi terbentuknya golongan manusia yang bertempat tinggal di daerah tertentu. Makin lama makin banyak dan pada akhirnya terbentuklah satu kampung dan desa. Lebih lanjut Suryaningrat (1965), menyimpulkan bahwa terbentuknya desa disebabkan oleh sifat manusia sebagai makhluk sosial, unsur kejiwaan, alam sekeliling manusia, kepentingan yang sama, dan bahaya dari luar. Sedangkan Soetardjo Kartohadikoesoemo, menyimpulkan terbentuknya kelompok masyarakat karena tiga alasan pokok, yaitu pertama, untuk hidup mencari makan, pakaian, dan perumahan. Kedua, untuk mempertahankan hidupnya terhadap ancaman dari luar; dan ketiga, untuk mencari kemajuan dalam hidupnya. Lebih lanjut diungkapkan bahwa desa yang dibentuk pada awalnya adalah desa pertanian, desa perikanan dan pelayaran, desa pasar (dagang), desa istirahat (mengaso), desa tambangan (penyeberangan), desa tempat keramat, desa dekat pertambangan, dan desa tambakan.

Tugas kerajaan/negara adalah pekerjaan yang tidak dapat dilaksanakan oleh desa dalam rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat sehingga dilakukan oleh kerajaan (pemerintah pusat). Demikian pula yang terdapat dalam tulisan pada Prasasti Walandit yang oleh para ahli sejarah diperkirakan ditulis sekitar tahun 1381 M. Prasasti Walandit itu ditemukan di daerah Tengger, Provinsi Jawa Timur. Pada bagian depan dan belakang prasasti itu, beberapa kali ditemukan kata desa dan hubungannya dengan raja selaku pemerintah pusat. Dari benda-benda di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1) Istilah desa lebih dahulu ditemukan di daerah Jawa Barat (1350 M) dan kemudian di daerah Jawa Timur (1381 M); 2) desa sebagai unit terendah dalam struktur pemerintahan Indonesia telah ada sejak dahulu kala dan murni bersifat Indonesia; 3) antara desa sebagai unit pemerintah terendah dengan kerajaan sebagai pemerintah pusat (atasan) telah ada pembagian hak, wewenang, dan kewajiban (Madjloes, 1981).

Istilah Desa 

Yang dinamakan desa adalah suatu kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa untuk melaksanakan pemerintahan sendiri. Desa terjadi hanya dari satu tempat kediaman masyarakat saja atau pun terjadi dari satu induk desa dan beberapa tempat kediaman sebagian daripada masyarakat hukum yang terpisah yang merupakan kesatuan tempat tinggal sendiri, kesatuan-kesatuan mana dinamakan pedukuhan, ampenan, kampung, cantilan, beserta tanah pertanian, perikanan darat, tanah hutan, dan tanah belukar. Luas desa berbeda-beda, di pegunungan ia mempunyai daerah yang sangat luas, di daerah ngarai luasnya bisa lebih kecil. Di Madura, desa- desa itu terjadi dari tempat kediaman, kecil-kecil tidak seperti di Jawa terjadi dari induk desa dan pedukuhan. Di Jawa dan Madura, desa itu terjadi dari sekumpulan tanah pekarangan yang dimiliki oleh anggota masyarakat (Kartohadikoesoemo, 1965). Burger berpendapat bahwa di dalam kehidupan masyarakat Jawa pada zaman dahulu dapat dibedakan empat tahap, yaitu pertama, raja-raja, kedua, kepala-kepala provinsi (adalah kira-kira para bupati sekarang), ketiga, kepala-kepala desa, dan keempat, massa yang terdiri dari rakyat kampung. Singkatnya orang-orang Eropa telah berhubungan dengan raja-raja pada permulaan abad ke-17 dan kira-kira tahun 1800. dengan bupati-bupati dan dalam pertengahan abad yang lalu dengan kepala-kepala kampung dan dalam abad sekarang dengan masyarakat kampung. Keterangan singkat tadi menunjukkan bahwa rakyat Indonesia telah berkembang dilihat dari segi ketatanegaraan, jauh sebelum kedatangan orang Eropa. Telah terdapat lembaga- lembaga pemerintahan yang pada dasarnya ada tiga tingkat, pertama nasional, kedua tingkat kabupaten, dan ketiga tingkat desa (Suryaningrat, 1976). 

Terkait dengan ciri-ciri desa dimaksud, terdapat unsur-unsur desa yang selalu nampak dan perlu mendapat perhatian berikut ini: 1) Daerah desa, yang berupa tanah pekarangan, tanah perkebunan, tanah persawahan dan tanah jenis lainnya baik yang dimanfaatkan maupun yang tidak dimanfaatkan termasuk di dalamnya laut, sungai, danau, dan sejenisnya yang mempunyai luas tertentu, batas-batas tertentu serta terletak di lokasi tertentu. 2) Penduduk desa, setiap orang yang mendiami dan terdaftar sebagai penduduk desa atau bertempat tinggal di desa yang bersangkutan. 3) Pemerintah desa adalah kepala desa dan perangkat desa, sedangkan perangkat desa adalah sekretaris desa dan perangkat desa lainnya dalam hal ini sekretariat desa, pelaksana teknis lapangan seperti kepala urusan dan unsur kewilayahan seperti kepala dusun atau dengan sebutan lain.

Bentuk Desa 

Ada dua bentuk desa, yaitu pertama, desa "genealogis" (generatie = keturunan). Desa genealogis adalah desa yang penduduknya mempunyai hubungan kekeluargaan dan berasal dari keturunan yang sama. Sebagai contoh, desa genealogis adalah Desa Kanekes Cibeo dan Cikeusik yang didiami masyarakat Badui, di Banten Selatan, Banten. Desa-desa ini masih mempunyai kehidupan, tata adat, maupun susunan pemerintahan desa sebelum penjajahan Belanda, yaitu pada masa jayanya Kerajaan Pajajaran. Desa lainnya adalah desa teritorial (territoir daerah). Warga daerah di sini tidak mempunyai hubungan keturunan satu sama lain. Dasar desa teritorial ialah bahwa penduduk bertempat tinggal di daerah yang sama dikarenakan masyarakat mempunyai kepentingan yang sama. Pada umumnya, desa/nama lainnya dewasa ini adalah desa teritorial ialah suatu daerah yang mempunyai batas tertentu. Sedangkan Unang Sunardjo berpendapat, dalam negara yang berbhinneka, tetapi tetap eka seperti itulah sejak dulu kala bangsa Indonesia sudah berada dalam wadah berbagai unit organisasi wilayah tempat tinggal dari kesatuan-kesatuan masyarakat hukum dengan orang yang berbeda-beda dan nama organisasi yang bermacam-macam.

Kesatuan masyarakat hukum yang banyak tersebut secara garis besar dapat dibagi atas tiga tipe sebagai berikut. 1) Tipe kesatuan masyarakat hukum berdasarkan kepada teritorial/wilayah tempat tinggal bersama sebagai dasar utama. 2) Tipe kesatuan masyarakat hukum berdasarkan kesamaan keturunan/genetic (suku, warga) sebagai dasar utama untuk dapat bertempat tinggal bersama dalam suatu wilayah tertentu. 3) Tipe kesatuan masyarakat hukum berdasarkan asas campuran (teritorial dan keturunan).

Berdasarkan ketiga tipe masyarakat hukum di atas telah memberikan warna terhadap makna desa dan daerah setingkat itu atau di bawahnya dengan sebutan bervariasi sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya. Sekalipun bermacam-macam nama dan sebutan serta asal mula terbentuknya satuan-satuan organisasi kewilayahan kesatuan masyarakat hukum tersebut, tetapi asas atau landasan hukumnya hampir sama untuk seluruh Indonesia, yaitu berlandaskan kepada adat, kebiasaan, dan hukum adat.

Pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota dapat melakukan penataan desa. Penataan desa tersebut berdasarkan hasil evaluasi tingkat perkembangan pemerintahan desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penataan desa bertujuan: mewujudkan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan desa; mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat desa; mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik; meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan desa; dan meningkatkan daya saing desa. Penataan desa meliputi: 1) pembentukan; 2) penghapusan; 3) penggabungan; 4) perubahan status; dan5) penetapan desa.


Desa dapat berubah status menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa melalui musyawarah desa dengan memperhatikan saran dan pendapat masyarakat desa. Seluruh barang milik desa dan sumber pendapatan desa yang berubah menjadi kelurahan menjadi kekayaan/aset pemerintah daerah kabupaten/kota yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kelurahan tersebut dan pendanaan kelurahan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota. Pemerintah daerah kabupaten/kota dapat mengubah status kelurahan menjadi desa berdasarkan prakarsa masyarakat dan memenuhi persyaratan yang ditentukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Kelurahan yang berubah status menjadi desa, sarana dan prasarana menjadi milik desa dan dikelola oleh desa yang bersangkutan untuk kepentingan masyarakat desa. Pendanaan perubahan status kelurahan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota.

Latihan 

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut!

  1. Kapan desa yang kita kenal sekarang ini terbentuk?
  2. Alasan-alasan apa yang mendasari terbentuknya suatu desa? 
  3. Apakah yang dimaksud dengan istilah desa secara umum? 
  4. Bagaimana pendapat Anda tentang bentuk-bentuk desa?


Petunjuk Jawaban Latihan

  1. Terjadinya desa tidak dapat dikatakan dengan pasti kapan permulaan adanya desa. Untuk itu, Anda perlu memperhatikan pendapat Bayu Suryaningrat tentang asal mula desa. Asal-usul desa juga dapat dikaji dengan menggunakan ilmu kemasyarakatan dan ilmu jiwa manusia. Silakan Anda mengembangkan sendiri jawaban ini!
  2. Untuk dapat menjawab latihan No. 2, Anda harus mengingat konsep manusia adalah makhluk sosial yang mempunyai dorongan sosial, integrasi, dan bertempat tinggal yang tetap. 
  3. Silakan Anda mengembangkan sendiri jawaban ini! Istilah desa, secara umum berasal dari bahasa Sanskerta, yang berarti tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran.
  4. Bentuk desa ada dua macam, yaitu desa genealogis, yang penduduknya berdasarkan keturunan dan desa teritorial (territoir = daerah), di mana penduduknya bertempat tinggal di desa itu berdasarkan kesamaan kepentingan. (Jawaban ini belum lengkap, silakan Anda melengkapi petunjuk jawaban ini!)

Kegiatan Belajar 2 : Pemerintahan Desa di Masa Penjajahan Belanda 

Kedudukan Desa

Meskipun desa telah lama ada, tetapi baru dalam Regeling Reglemen Tahun 1854 (Peraturan yang mengatur pemerintahan di Hindia Belanda Pasal 71), desa diberi kedudukan hukum. Pasal 71 Peraturan di atas, antara lain berbunyi sebagai berikut. Bahwa desa, yang dalam peraturan ini disebut Inlandsche Gemeente (masyarakat pribumi) atas pengesahan kepala daerah (residen, berhak untuk memilih kepalanya dan pemerintah desanya sendiri). Atas dasar ketentuan di atas maka dengan ordonantie (undang-undang) tanggal 3 Februari 1906 lahirlah peraturan yang mengatur pemerintahan dan rumah tangga desa, peraturan mana hanya berlaku untuk Jawa dan Madura, peraturan tersebut dimuat dalam Staatsblad 1906 No. 83 diubah dengan Staatsblad 1910 No. 591, Staatsblad 1913 No. 235, dan Staatsblad 1919 No. 2117 yang dikenal dengan nama Inlandsche Gemeente Ordonnantie (Undang-undang tentang Desa) dalam penjelasan mengenai undang- undang tersebut dikemukakan bahwa ketetapan-ketetapan dalam undang-undang dimaksud secara konkret mengatur bentuk, kewajiban, dan hak kekuasaan pemerintah desa, dari badan pemerintahan yang lazimnya ke luar segala tindakan bagi kepentingan daerahnya, baik berdasarkan hukum publik maupun hukum privat. Meskipun peraturan itu masih jauh dari sempurna, tetapi dalam rangka perundang-undangan Hindia Belanda, undang-undang tersebut telah berhasil menghilangkan keragu-raguan tentang kedudukan desa sebagai badan hukum. Selanjutnya juga telah berhasil pula mengembangkan kemajuan kedudukan hukum desa sebagai pemilik harta benda.

Pada dasarnya, tidak ada perubahan-perubahan yang prinsipil, karena itu IGO masih tetap berlaku. Bayu Suryaningrat berpendapat bahwa Pasal 20 IGO menegaskan bahwa IGO hanya berlaku di Jawa dan Madura kecuali di karesidenan Surakarta dan Yogyakarta serta tanah-tanah partikelir sebelah barat dan timur Cimanuk (Jawa Barat). Yang dimaksud dengan tanah partikelir ialah sejumlah bidang tanah yang dijual oleh pemerintah Belanda kepada orang Inggris partikelir karena pemerintah Belanda kekurangan uang. Tanah tersebut dipergunakan untuk perkebunan di mana ada penduduk pribumi. Kelanjutannya tanah partikelir tersebut menjadi tanah "Eigendom" berarti tanah tersebut menjadi tanah milik orang partikelir dengan hak kekuasaan seperti kekuasaan pemerintah, satu sama lain untuk mencegah tuan-tuan tanah bertindak sewenang-wenang di dalam wilayah tanahnya, tetapi dalam praktiknya mereka berlaku sewenang-wenang. IGO tidak berlaku di desa-desa perdikan (desa yang sifat-sifatnya berlainan) dengan desa umumnya, misalnya desa pesantren yang diperuntukkan membiayai pesantren, desa pakumen, di mana penduduknya diwajibkan mengurus kuburan, desa parijen yang penghasilannya diperuntukkan keluarga-keluarga tertentu, kepala-kepala desa tersebut diangkat dan diberhentikan oleh residen, penduduk desanya bebas dari rodi dan berbagai pajak.

Pemerintah Desa Menurut IGO 

Kepala desa adalah penguasa tunggal dalam pemerintahan desa. Ia adalah pelaksana dan penyelenggara urusan rumah tangga desa dan di samping itu, ia menyelenggarakan urusan-urusan pemerintahan. Meskipun demikian, dalam melaksanakan tugasnya ia mempunyai batas-batas tertentu, dalam arti ia tidak dapat menuruti keinginannya sendiri. Wewenang tugas dan tanggung jawab kepala desa dalam IGO sebagaimana dijelaskan di atas pada dasarnya hanya sebagian kecil saja dari wewenang kepala desa menurut adat. IGO memberi dasar hukum bagi wewenang kepala desa tersebut sehingga tindakan kepala desa sah menurut hukum. Jabatan kepala desa tidak bersifat keturunan, tetapi dipilih oleh penduduk desa. Kepala desa tidak dapat merangkap jabatan lain, juga bukan pegawai negeri. Kepala desa adalah penyelenggara urusan rumah tangga, penyelenggara pemerintahan desa, dan mewakili desa sebagai badan hukum. Di dalam melaksanakan tugasnya yang penting dan strategis dapat meminta pertimbangan pamong desa yang lain. Dalam mengambil keputusan yang bertalian dengan hajat hidup orang banyak dia dapat mengadakan musyawarah dengan penduduk desa.

Pasal 1 IGO menyebutkan bahwa penguasaan desa dilakukan oleh desa atau kepala desa dibantu oleh beberapa orang yang ditunjuk. Kepala desa sebagai alat desa dan alat pemerintah pusat. Di samping menyelenggarakan urusan rumah tangga desa, kepala desa juga menyelenggarakan urusan-urusan polisi di samping itu desa juga  menyelenggarakan tugas pembantuan, misalnya melaksanakan beberapa peraturan
daerah. Sejak dahulu, kepala desa dipilih secara terbuka oleh masyarakat desa. Hal ini merupakan ciri pemerintahan demokrasi yang telah tertanam dalam masyarakat Indonesia jauh sebelum Belanda menjajah Indonesia. Sedangkan untuk pamong desa, praktiknya kepala desa memilih sendiri calon-calon untuk pamong desa, yang menurut pertimbangannya cukup cakap dan dapat bekerja sama. Adapun dasar pemilihannya lebih didasarkan kepada kemampuan administratif. Calon-calon pamong desa yang telah terpilih untuk selanjutnya diajukan kepada bupati. Rapat desa merupakan rapat yang dilaksanakan pemerintah desa ditambah dengan mereka yang berhak memilih kepala desa dan orang-orang yang menurut adat dipandang patut untuk turut serta dalam rapat desa..


Rapat desa dilaksanakan, khususnya apabila kepala desa dalam pelaksanaan tugasnya dihadapkan pada masalah yang penting untuk desa. Jika masalahnya menyangkut satu kampung atau sebagian dari desa, yang dipanggil untuk mengadakan rapat tersebut hanyalah penduduk yang bersangkutan yang berhak memilih kepala desa dan orang-orang yang menurut adat dapat turut serta dalam rapat desa. Kepala desa terikat pada keputusan rapat desa terutama dalam mengadakan: 1) pinjaman uang atas tanggungan desa; 2) perjanjian yang memberatkan, misalnya untuk memperoleh tanah, melepaskan tanah, menjaminkan tanah, menjaminkan bangunan desa, dan barang tidak bergerak lainnya; 3) tuntutan hukum pada tingkat pertama maupun tingkat banding atau kasasi menuntut atau menerima keputusan.

Kartohadikoesoemo (1965), berpendapat bahwa rapat desa adalah kekuasaan tertinggi di desa. Rapat desa adalah sebuah majelis yang menurut hukum adat biasanya disusun dari berbagai golongan penduduk yang berhak hadir dan memberi suara dalam rapat desa. Adapun kepala desa dengan bantuan pamong desa merupakan satu badan yang tugasnya melaksanakan keputusan rapat desa.

Latihan 

  1. Bagaimana kedudukan desa pada zaman Belanda dan peraturan apa yang mengaturnya?
  2. Di desa-desa mana Inlandsche Gemeente Ordonnantie itu tidak berlaku?
  3. Apa yang menjadi tugas-tugas kepala desa menurut Undang-undang Desa (IGO)? 
  4. Perangkat mana yang tugasnya membantu kepala desa dalam menyelenggarakan pemerintahan desa?
  5. Bagaimana posisi rapat desa dalam struktur pemerintah desa?

Jawaban : 

  1. Pada zaman Belanda, pengaturan mengenai desa diatur dalam IGO (untuk desa- desa di Jawa dan Madura) dan IGOB (untuk desa-desa di luar Jawa dan Madura). Perlu dipahami bahwa IGO dan IGOB tidak membentuk desa melainkan hanya memberikan dasar hukum. Silakan Anda melengkapi petunjuk jawaban ini!
  2. Pada prinsipnya IGO diberlakukan untuk desa-desa di Jawa dan Madura, tetapi ada juga pengecualian untuk karesidenan Surakarta dan Yogyakarta serta tanah- tanah partikelir sebelah barat dan timur Cimanuk (Jawa Barat). Silakan Anda mempelajari IGO khususnya Pasal 20.
  3. Kepala desa merupakan pelaksana dan penyelenggara urusan rumah tangga desa serta menyelenggarakan urusan-urusan pemerintahan. (Petunjuk jawaban ini belum lengkap, silakan Anda mempelajari dengan saksama pemerintahan desa menurut IGO).
  4. Kepala desa dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh perangkat desa/pamong desa, yang pada praktiknya dipilih sendiri oleh kepala desa. Istilah pamong desa untuk setiap daerah berbeda-beda. Silakan Anda pelajari materi tentang pamong desa dengan saksama.
  5. Rapat desa merupakan sebuah majelis yang posisinya memiliki kekuatan tertinggi di desa. Silakan Anda melengkapi petunjuk jawaban ini!

Kegiatan Belajar 3 : Pemerintahan Desa di Masa Penjajaan Jepang 

Pemerintahan Pada Masa Jepang

Jepang berkuasa di Indonesia mulai Maret 1942. Dengan masuknya Jepang ke Indonesia seluruh kegiatan pemerintah dikendalikan secara terpusat oleh balatentara Jepang. Atas dasar itu baik pemerintahan pusat, pemerintahan daerah maupun pemerintahan desa tunduk pada aturan yang dikeluarkan balatentara Jepang.
Pada masa pemerintahan Jepang, wilayah Indonesia dibagi ke dalam tiga bagian sebagai berikut. 1) Jawa dan Madura di bawah kekuasaan pemerintahan balatentara Jepang yang berkedudukan di Jakarta. 2) Sumatera berada di bawah kekuasaan pemerintahan balatentara Jepang yang berkedudukan di Bukit Tinggi. 3) Kepulauan-kepulauan lainnya berada di bawah pemerintahan Angkatan Laut Jepang yang berkedudukan di Ujung Pandang (Makassar).

Dalam rangka mencegah adanya kekosongan pengaturan dalam pemerintahan, pemerintah Jepang mengeluarkan Osamu Seirei 1942 No. 1. Dalam Pasal 3 ditentukan bahwa semua badan-badan pemerintahan dan kekuasaan hukum dan undang-undang dari pemerintah yang telah ada (pemerintah Hindia Belanda) tetap diakui sah buat sementara waktu asal saja tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah militer Jepang. 

Kewenangan Syucokan dalam bidang pengawasan sangat besar. Menjelang akhir masa pemerintahannya, pemerintahan Jepang yang pada mulanya sama sekali mengabaikan asas desentralisasi, pada perkembangan selanjutnya mengalami perubahan kedudukan. Jepang mulai terdesak oleh serangan balik tentara Sekutu, memaksa pemerintah pendudukan tentara Jepang untuk mengubah sikapnya yang sangat keras. Untuk menarik simpati masyarakat, dibentuk dewan-dewan kepulauan dan daerah di Jawa dengan Osamu Seirei (Undang-undang) Nomor 36 Tahun 1943. Dibentuk suatu dewan yang disebut "Cuco Sangiin" (Dewan Kepulauan) yang anggota- anggotanya terdiri dari bangsa Indonesia, yang dipilih oleh Dewan Karesidenan dan kotapraja luar biasa (Tokubetu SO). Juga diadakan dewan serupa, yaitu Syu Sangikai dan Tokubetu Si Saugikai. Dewan-dewan tersebut meskipun mirip lembaga perwakilan rakyat, tetapi boleh dikatakan hampir tidak mempunyai kekuasaan apa pun. Dewan-dewan tersebut pada hakikatnya hanya mendengarkan ceramah-ceramah, nasihat-nasihat, dan perintah serta kemauan pemerintah Jepang.

Pemerintahan Desa pada Masa Jepang

Sebagaimana telah disinggung bahwa pada tahun-tahun terakhir zaman penjajahan Belanda, pemerintah Belanda mengeluarkan "Desa Ordonnantie" (Undang- undang Desa) stbl 1941 Nomor 356. Ordonansi ini mempersatukan IGO No. 83 Tahun 1906 dan Ordonansi Pemilihan Kepala Desa Nomor 212 Tahun 1907. Serta di sana-sini keduanya disempurnakan. Akan tetapi, ordonansi ini gugur sebelum dilaksanakan, dikarenakan meletusnya Perang Dunia ke-2 dan pada tahun 1942 Hindia Belanda gulung tikar diganti oleh balatentara Jepang. Dengan demikian, IGO (No. 83 Tahun 1906 dan ordonansi pemilihan, pemberhentian sementara dan pemecatan kepala desa (No. 212/1907) maupun perubahan-perubahannya tetap berlaku. Zaman pemerintahan Jepang tidak berlangsung lama hanya 4 tahun. Pemerintahan Jepang masih dalam bentuk pemerintahan militer ketika Jepang ditaklukkan oleh sekutu dalam Perang Dunia ke-2. Dalam masa itu, tahun 1945 Indonesia menjadi negara yang merdeka.

Dalam kurun waktu yang singkat itu, pemerintah Jepang belum berbuat banyak khususnya dalam membenahi pemerintahan desa dan pemerintahan pada umumnya di Indonesia. Keseluruhan kegiatan pemerintahan ditujukan untuk mendukung perang yang dilaksanakan pemerintahan Jepang. Untuk itu, desa tetap ada dan berjalan sesuai dengan peraturan sebelumnya. Sekadar dapat dipandang sebagai suatu perubahan dalam bidang pemerintahan desa adalah apa yang dimuat dalam Osamu Seirei No. 7 Tahun 1944 (Undang-undang) yang mengatur dan mengubah pemilihan kepala desa (Kuco). Dengan adanya Osamu Seirei, peraturan tentang memilih, memberhentikan untuk sementara serta memecat kepala desa Nomor 212 Tahun 1907 mengalami sedikit perubahan.

Pada masa pemerintahan Jepang, desa-desa memperoleh perhatian yang cukup besar, desa-desa oleh Jepang dinilai sebagai bagian yang cukup vital bagi strategi perang Asia Timur Raya. Oleh karenanya, desa-desa dijadikan basis logistik perang. Kewajiban desa makin bertambah banyak dan bebannya makin bertambah berat. Pada masa pemerintahan Jepang, desa (Ku) adalah suatu kesatuan masyarakat berdasarkan adat dan peraturan perundang-undangan pemerintah Hindia Belanda serta pemerintah Militer Jepang, yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu, memiliki hak menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri merupakan satuan ketatanegaraan terkecil dalam daerah Syu, yang kepalanya dipilih oleh rakyatnya dan disebut Kuco, dan merupakan bagian sistem pertahanan militer. Dalam perkembangannya, setelah Indonesia merdeka, undang-undang ini dan undang-undang sebelumnya yang mengatur tentang pemilihan kepala desa diubah.

Latihan 

  1. Bagaimana pembagian wilayah kekuasaan balatentara pemerintahan Jepang?
  2. Sejak Agustus 1942, secara administratif pemerintahan terbagi dalam beberapa tingkatan. Bagaimana gambarannya?
  3. Bagaimana strategi pemerintahan Jepang dalam pemerintahan daerah pada khususnya menjelang akhir masa pemerintahannya?
  4. Bagaimana pengaturan desa pada masa pemerintahan militer Jepang?
  5. Ada satu undang-undang yang dikeluarkan pemerintah militer Jepang yang mengatur tentang pemilihan kepala desa yang berbeda dengan undang-undang yang sama pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Undang-undang manakah itu?

Jawaban 

  1. Untuk dapat menjawab No.1, Anda harus membaca dengan saksama materi tentang pemerintahan pada masa Jepang. Pada masa itu, wilayah Indonesia dibagi ke dalam tiga bagian.
  2. Untuk dapat menjawab No.2, Anda harus membaca dengan saksama materi tentang pemerintahan desa khususnya berkenaan dengan pembagian administratif pemerintahan, yaitu dalam Syu, Ken, dan Si, Gun, Son, dan Ku.
  3. Untuk dapat menjawab No. 3, Anda harus membaca dengan saksama materi akhir tentang pemerintahan masa Jepang. Yang pasti Jepang mengubah sikapnya yang keras.
  4. Untuk dapat menjawab No. 4, Anda harus membaca dengan saksama materi tentang pemerintahan desa pada masa penjajahan Jepang. Desa masih tetap ada dan berjalan sesuai dengan peraturan sebelumnya.
  5. Untuk dapat menjawab No. 5, Anda harus membaca dengan saksama materi tentang pemerintahan desa khususnya berkenaan dengan undang-undang pemilihan kepala desa. Ingat, Osamu Seirei No. 7.

Demikianlah rangkuman Modul 1 Mata Kuliah Sistem Pemerintah Desa (IPEM4208). Jika Anda berminat untuk menggunakan jasa Om Dompet untuk pembuatan Makalah, Presentasi, Essay, Rangkuman, Peta Konsep dari artikel di atas, dapat menghubungi kami dengan klik tombol di bawah ini.  



Posting Komentar untuk "Modul 1 : Sejarah Terbentuknya Desa"