SAPI GILA
Akhirnya pekerjaanku selesai. Mulai dari subuh sampai sekarang matahari sudah tersenyum girang di atas sana. Beginilah nasibku ditinggal simbok yang lagi ke Jakarta nengkok saudara yang lagi sakit. Di rumah cuma tinggal aku dan bapak. Pekerjaan rumah semua aku yang mengerjakan. Mulai dari mencuci gombal, menyapu lantai, memasak, mencuci piring dan gelas dan lain sebagainya.
Yang paling membuatku aduhai repot adalah masakan kesukaan bapakku. Dia maunya yang masak itu simbok. Nah lo.. bagaimana sekarang ?. Kesukaan bapakku itu sebenarnya cuma gampang. Sayur tempe dengan cabai yang banyak, nasinya thiwul. Maklum lah, keluarga petani maunya yang sederhana saja.
Sekitar jam 08.00, aku mencoba untuk memasak sayur kesukaan bapakku yang katanya udah mendarah daging sejak dia masih perjaka. Jika sehari saja tidak makan tempe, pasti repot. Bawaannya mau marah-marah dan muka seperti “galengan bubrah” (tumpukan batu pembatas pekarangan yang rusak. Jawa)
Aku mulai menelpon simbok di Jakarta untuk menanyakan bumbu-bumbunya
“Hallo mbok ?”
“Ono opo ?” (ada apa)
“Ini lho bapak sudah glingsatan mau makan, piye iki” (gimana ini)
“hahahah.. jarno ae kah emang aleman bapakmu ki “ (biarkan saja memang begitu bapakmu)
“Wah yo boten wantun, biso ambruk ki omah” (wah ya tidak berani, bisa runtuh ni rumah)
“oalah, yaw wis ikuti intruksi simbok !! now !!”
Walah gayamu mbok sok bule, baru sehari di Jakarta aja udah ribet ngomongnya. Sedikit demi sedikit aku ikuti intruksi simbok untuk memasak sayur tempe. Aku kurang yakin apakah ini berhasil apa gak. Sekitar dua jam masakah baru matang dan akhirnya aku siapkan di meja makan. Saatnya makan….!!
“wyekkk.. opo iki..?” Kata bapak mengagetkanku
“Apa to pak ?”
“Kamu lupa kasih garam ya..?”
Oh my God, memang aku lupa kasih garam. Aku dan bapak saling pandang sejenak. Waduh sepertinya akan terjadi pengejaran yang luar biasa. Sedetik lebih cepat aku segera kabur dari meja makan. Bapak langsung melesat mengejarku
“Hey sini kamu, bocah edan.. masak ra petho” (dasar anak gila, masak gak bisa)
Kami kejar – kejaran di dalam rumah. Ampun.. pak !!! jangan dihukum aku. Hiks.. tapi sepertinya tidak dimaafkan. Bakalan panjang ini. Kejadian seperti ini biasa di keluarga kami, becanda dan saling mengisi. Duh, akhirnya bapak sudah bisa menangkapku secara badan dia gempal mirip Mike Tyson.
“Kamu harus menunggu sapi di kandang, karena dia lagi sakit”
“Apa !!!.. oh nooo.. ini tidak mungkin terjadi padaku, mana di sana adalah tempat yang paling aku benci. Bau lagi,… “
“Halah ngeles saja kamu.. sudah sana, bapak mau nyari rumput mumpung belum panas banget”
***
Akhirnya bapak pergi ke sawah nyari rumput buat makan si sapi. Aku mikir aja, sapi tidak mungki cerita sama bapak kalau gak aku tungguin. Syukur lu, emang enak jadi sapi. Hehehehe… karena terbius dengan acaranya yang membosankan aku ngeler sak lepan karena tiba-tiba terdengar suara yang aneh....
GROBYAKKKKKK GLODAK jkhsdkjshdkjfas ^$%&^$^%$#&%*(&()*&()*)(*() hah suara apa tuh ? aku bergegas menuju lift rumahmu dan menuju britan .... karena sumber suara terdegar dari sana,
Ternyata benar....aragghhhh sapiku ucul.. dengan girangnya sapiku loncat-loncat, wah piye iki.... padahal rumah suwung bapakku lagi dinas ke sawah nyari rumput. Simbokku juga belum pulan. Harus bertindak dewe ini..
Dasar sapi gak punya aturan, dengan modal pecut rotan yang kuambil dari puncak merapi setahun yang lalu, aku langsung menguyak (mengejar) sapiku yang dengan seksinya menari-nari di buri omah (Belakang rumah) oh My God .... tidak...???!!!! sapiku malah loncat ke galengane Mbah Mento, aduhhhh jadi repot lagi nihhhh... padahal kan bonsai bambu yang bertenger di unjung rumahe itu menjadi daya menarik orang-orang yang lewat situ wahhh bisa kena marah aku sama Mbah Mento karena sapiku ngorak-arik taman bambu punya beliau.. tapi mau gak mau ni sapi emang harus di inakkan... aku kejar dia dengan perasaan deg-degan...
whwoooo wowowo wo wo, sapiku malah mau nyrudug ndoronya ini ya.... belum tau ya siapa aku... wuh ngajak geseh tenan ki, sapi klunthangan, ok ?! aku akan ikuti permainanmu kali ini. ehhhhh dianya lari ke dekat rumahku malahan hhhhaaaaa.. bagaimana kalu dia pengin lihat TV... ya ampun bisa runyam nih....
"Hoy balik lu sapi sial. kalau gak balik FB kamu kublokir lho, awas kamu..."
Ya ampun ternyata sapiku gak main-main, dia masuk juga ke pawon (dapur) yang penuh barang antik punya simbok.... aduh ....
“krompyang kontheng..... &$#%&^E&()*)*)(E_(_E++)(&*&%%^#%$@%$” gak jelas suaranya
Suara di dalam sudah tidak genah dan sepertinya sapiku mulai membabi buta.... wah gak beres nih.. setelah aku tengokin di pawon sudah berantakan barang-barang favorit simbok. Sudah sudah tidak rupa wujudnya barang-barang itu mulai dari kuwali kotak yang terbuat dari tanah Arab, parut berbentuk hati pemberian Obama, sendok bertanda tangan Jacko, ulegan perak bercabang tiga, piring kaca bertingkat enam, alu ukir dari keraton Solo, kompor elektrik bergambar Monaliza, wajan motif bunga peninggalan Bathik Madrim duhhhh pokoknya banyak, bisa kena semprot nih....
Kurang ajar ya sapi ini, akan kuambil senjata pamungkasku... aku langsung pergi ke kamar bapak yang letakknya di lantai enam bawah tanahhh... wuh gelap coy,
aku ambil sebuah dadung emas yang menjadi kesaktian ayahanda dan sebentar lagi akan diwariskan kepada saya tapi dengan beberapa syarat, tinggal satu syarat yang sangat sulit kujalani yaitu mengumpulkan lethong yang sangat menghanyutkan ambunya ..... aku belum siap ????
Dengan sikap kstria aku uncalkan dadung saktiku itu ke endasnya sapi... uwing wing wing clepret... ya ampun cuma kena andingya. sial belum mahir pakainya.. dicoba lagi kentawing.... wushhhh hayo arep mlayu ngandi akhirnya gulu sapi terkena jiretanku juga.. langsung kugeret dengan imut sapi itu ke kandangnya..hufftttttt akhirnya sampai gembrobyos badanku. Untung belum pada pulang.
Jangan diulangi ya pi...!! awas kamu.
Puisi ini baru proses penilaian di Lomba Fiksi Dumalana, http://dumalana.com
Puisi ini baru proses penilaian di Lomba Fiksi Dumalana, http://dumalana.com
Komentar0
Silahkan memberi komentar yang positif dan membangun. Terima kasih!