TUYUL ITU MEMBUNUH MBAK GIUK
Karya : Om Dompet
Gemuruh puluhan kaki bising bertarung semak di depan sana. Pikiran ini tak lagi jernih saat mendapati kerumunan yang sama persis dengan tanda tanya di pikiranku. Apa yang menjadi pusat tertuju keriuhan orang-orang ini ? Bersaut rebut, pun takut menyelimut.
Tepat pukul 00.15 kini suasana seperti calon keramat. Di sebuah rumah yang tak lagi dapat terlihat mana pintu ataupun jendela. Karena terhalang lalu lalang datang bertandang. Bahkan kini aku tak tahu menahu apa yang membuatku mengikuti peristiwa ini. Lolong anjing di kejauhan menyelaraskan kepekatan, di sela dedaunan angin berisik semakin mengusik. Bagai kesunyian yang tak dikabulkan, hingga terjadilah peraduan waktu dan kekacauan.
Bukankah aku hanya menyiakan tenaga jika tak segera kuperbaiki ketakutanku. Hingga keberanian yang tak yakin sedikit membawaku dalam sela kerumunan. Detak tak teratur bercampur hembusan yang sulit diatur, kutirukan mereka yang tetap bertahan memandangi kunci dari misteri ini.
Seperti sandiwara yang mungkin tak kan terulang lagi, di tengah lingkaran seram itu, seorang wanita entah apa yang ia lakukan.
“Gendong aku bu..!!” kata-kata itu berulang-ulang keluar dari mulut wanita itu.
Dengan mata terpejam, seperti mengigau namun tak mungkin karena ini berlangsung sangat lama. Lebih tepatnya ia kini sedang kerasukan makhluk halus seperti “orang-orang pintar” yang beberapa saat tadi berkunjung dengan sekedar memberi saran dan entah benar atau tidak sungguh tak dipedulikan karena apapun akan dilakukan demi kesembuhannya.
Kusebut asma Allah, ialah Mbak Giuk.. benarkah ?? Bukankah namanya tak lagi menjadi jawaban yang saat ini sedang dan akan mereka peroleh dari ketegangan ini.
Itu mungkin Mbak Giuk yang dapat mengeluarkan erangan aneh, sambil berucap tanpa kosakata. Rintihan demi rintihan ia salurkan entah apa yang ia bahasakan dan tak tahu pada siapa. Karena wajahnya yang merunduk lemas. Di pinggir bibir ranjang ia tangguhkan duduk yang hampir semua tak bisa percaya, karena sejak cakrawala berubah jingga sampai kini ia tak mengubah posisinya.
Di sampingnya ada beberapa kerabat dan Mas Tarjo, suaminya, tak berkutik sembari berkerut cemas. Sesekali memohon dan merengek agar Mbak Giuk menghentikan mistis ini.
“Kenapa kalian diam saja ?” dalam hatiku.
Pertanyaanku sangat menjengkelkan jika kuutarakan. Tapi ternyata aku hanya seorang yang gemar bertutur hati tentang keadaan yang kurang kumengerti. Hingga kudapati apa yang sebenarnya terjadi.
Berhari-hari mbak Giuk menyandang penyakit yang sulit teramati. Terkadang ia berteriak sorak, lalu tanpa jeda ia menangis sinis, tak selang lama ia ambruk tak sadarkan diri. Yang menjadi hebat dan penyebab masalah berawal saat mbak Giuk kumat dan seketika mengubah raut. Ia melontarkan berita dan permintaan yang membuat geram seisi ruangan saat itu. Bukan marah kepadanya tapi pada seseorang yang ia sebutkan dalam kesurupannya. Mbak Giuk berujar ingin memeluk dan digendong sesembahannya. Ingin bertemu dan kangen dengan pemerintahannya. Siapa ? …. Katmi…!!!... Mbak Giuk menyebutkan sebuah nama yang meremukkan telinga, bukan hati, karena bu Katmi memang tak berhati… kata kebanyakan orang, tapi entahlah. Yang beredar ia mempunyai pesugihan TUYUL
Kinilah saat – saat Mbak Giuk tak lagi kuat. Raganya yang semakin menyembulkan tulang lemas terkuras. Titik-titik akhir yang sulit diharapkan karena dari medispun sudah tak bertenaga. Tak bisa disembuhkan dengan peralatan yang terbatas pada kampung ini, pun dengan ekonomi keluarga yang tak bisa mencukupi.
Tak ada salahnya memenuhi keanehan. Saat permintaannya yang sangat tak masuk di fikiran, namun itulah yang belum dan kini sedang akan dilakukan. Bu Katmi diundang dengan paksa oleh kepala kampung dan banyak orang, oh Tuhan…. Apa yang sedang saya saksikan. Digendongnya Mbak Giuk oleh Bu Katmi dengan tenang, mengelilingi ruangan dan kembali lagi berbalik arah sampai Mbak Giuk terpulas.
Namun keadaan ini sangat sulit diterima Bu Katmi, dengan sangat berat hati ia melepaskan diri. Entah karena itu atau apa yang kamipun tak pernah bisa mengerti. Mbak Giuk yang kini terkulai diranjang tubuhnya tersentak dan menjerit kecil. Menangis dan matanya tak lagi menjadi dua warna tanda pandangan. Kejang, meronta…. Tidak, aku sangat tak tega melihat kekejaman ini didiamkan. Bahkan sampai darah menyembul dari mulut mbak Giuk, sungguh mengenaskan kini.
Mas Tarjo tak bisa berbuat banyak, kebingunangan yang kini sedang melandanya, sangat terasa. Ia tak tahan melihat isterinya bertarung dengan maut, ia berteriak kencang memekakkan pendengaran di ruangan. Sampai akhirnya ia pun tergeletak pingsan.
****
Adzan subuh berkumandang tenang. Setenang berlalunya malam ini, berlanjut pilu yang menyedihkan. Mas Tarjo terbangun dari surinya. Namun apa yang ia dapat sungguh tak bisa ia terima saat itu. Jenazah mbak Giuk yang sudah terbujur berselimut kaffan. Tangisan menjerit itupun tak lagi dapat ia dengar sekuat apapun. Ikhlaskan ia Mas Tarjo, karena hanya Tuhanlah yang mengerti misteri ini, dengan rencana-Nya yang tak mungkin terpecahkan oleh manusia serupa apapun. Pastilah itu yang menjadi keindahan jika kita mampu menerima dengan lapang. Tak usah hiraukan orang-orang bersuara “tuyul itu membunuh Mbak Giuk”
***.
Komentar0
Silahkan memberi komentar yang positif dan membangun. Terima kasih!