Pracimantoro – Sekitar pukul 23.00 warga Pracimantoro, Wonogiri, Jawa Tengah dikejutkan
dengan suara dentuman yang sangat keras dan menggema dari arah timur. Semua
warga berhamburan keluar rumah karena mereka mengira itu adalah gempa, karena
tak sedikit yang merasa bagian-bagian rumahnya juga ikut bergetar. Namun
pikiran mereka langsung buyar karena suara dentuman itu bukanlah suara gempa.
Saat kondisi bingung, suara lebih keras kembali terdengar dan terus menerus
seperti Guntur.
Setelah
ditelusuri, suara itu adalah Letusan Gunung Kelud di Kediri Jawa Timur. Warga
Pracimantoro terakhir terkena imbas abu vulkanik Gunung Kelud pada tahun 1990. Letusan
1990 berlangsung selama 45 hari, yaitu 10 Februari 1990 hingga 13 Maret 1990.
Pada letusan ini, Gunung Kelud memuntahkan 57,3 juta meter kubik material
vulkanik. Lahar dingin menjalar sampai 24 kilometer dari danau kawah melalui 11
sungai yang berhulu di gunung itu (Wikipedia). Letusan ini sempat menutup
terowongan Ampera dengan material vulkanik. Proses normalisasi baru selesai
pada tahun 1994. Pada saat itu Pracimantoro terjadi hujan yang sangat tebal.
Berbeda
dengan tahun 1990, tahun 2014 ini suara letusan Gunung Kelud terdengar jelas
dari Pracimantoro. Selain Wonogiri merupakan wilayah yang berbatasan langsung
dengan propinsi Jawa Timur, Wonogiri juga merupakan dataran tinggi, sehingga
bisa mendegar jelas dentuman yang bersumber dari letusan gunung Kelud yang
dikatatakan istimewa tersebut. Keistimewaan gunung Kelud adalah muntahan
material yang banyak ketika meletus. Periode letusan yang pernah tercatat
durasinya lebih pendek dibandingkan dengan Gunung Merapi. Periode letusan
Merapi terjadi rentang hitungan bulan, sedangkan Kelud dalam hitungan jam. Bahkan secara volume material yang
dimuntahkan, Kelud pernah mengalirkan sekitar 100 juta meter kubik material
dari dalam perut bumi, dalam erupsi tahun 1990. Kalau Sinabung kemarin sekitar
15 juta meter kubik, yang dikeluarkan selama empat bulan (kompas.com).
Erupsi tipe
eksplosif seperti pada tahun 1990 (pada tahun 2007 tipenya efusif, yaitu berupa
aliran magma) terjadi setelah hujan kerikil yang cukup lebat dirasakan warga di
wilayah Kec. Ngandar, Kediri, Jawa Timur, lokasi tempat gunung berapi yang
terkenal aktif ini berada, bahkan hingga kota Pare, Kediri. Wilayah Wates
dijadikan tempat tujuan pengungsian warga yang tinggal dalam radius sampai 10
kilometer dari kubah lava menurut rekomendasi dari Pusat Vulkanologi, Mitigasi,
dan Bencana Geologi (PVMBG). Gemuruh aktivitas gunung juga sesekali terdengar
hingga wilayah Kab. Jombang. Dampak berupa abu vulkanik pun pada 14 Februari
2014 dini hari dilaporkan warga telah mencapai Kab. Wonogiri. Letusan 2014 telah dideteksi oleh PVMBG dan
ditanggapi dengan peningkatan status menjadi Waspada (level II). Pada tanggal
10 Februari status meningkat menjadi Siaga (Level III), dan persiapan-persiapan
mengenai kebencanaan telah mulai dilakukan. Kawasan seputar 5 km dari titik
puncak kawah telah disterilkan dari kegiatan manusia. Pada tanggal 13 Februari
pukul 21 dimumkan status bahaya tertinggi, Awas (Level IV), sehingga radius 10
km dari puncak harus dikosongkan dari manusia. Belum sempat pengungsian
dilakukan, pada pukul 22.40 telah terjadi letusan tipe ledakan (eksplosif). Suara
ledakan dilaporkan terdengar sampai kota Yogyakarta (200 km), bahkan
Purbalingga (lebih kurang 300 km), Jawa Tengah.
Sampai pagi ini pukul 07.00 WIB, hujan abu yang sangat tebal masih terjadi di Pracimantoro lebih parah dibanding hujan abu yang terjadi pada pada tahun 1990. Berjalan beberapa meter saja, kita tidak akan bisa terhindar dari reruntuhan abu, sehingga banyak warga yang memakai masker dan penutup kepala saat keluar rumah. Sejumlah instansi pendidikan seperti SD MPK Pracimantoro meliburkan aktivitas belajar mengajar karena kondisi yang tidak memungkinkan.
Komentar0
Silahkan memberi komentar yang positif dan membangun. Terima kasih!